Lacaknews. com – Klaten – Kemenangan SMP Negeri 2 Klaten dalam acara penurunan bendera atau aubade dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-80 di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, ternyata menyisakan sisi gelap.
Seorang siswa dari kelas IX SMP Negeri 2 Klaten bernama Ayodya (14 tahun) yang seharusnya bisa ikut dalam team aubade harus kecewa dan mengalami tekanan mental berat karena tidak diizinkan masuk tim aubade sekolah. Ayodya yang beragama Hindu tidak bisa memenuhi syarat wajib berhijab yang ditetapkan sekolah untuk tim aubade.
Ibu Ayodya menjelaskan bahwa Ayodya telah bergabung dalam kegiatan ekstrakurikuler paskibra sejak kelas VIII dan memenuhi syarat untuk masuk tim aubade. Namun, Ayodya tidak bisa memenuhi syarat wajib berhijab karena agama yang dianutnya berbeda.
Ayodya sendiri dikenal sebagai atlet renang dan model berbakat, dan ibunya menegaskan bahwa Ayodya tidak akan kembali ke sekolah sampai penghargaan juara untuk SMP N 2 Klaten dicabut.
” Padahal, untuk mempersiapkan diri masuk tim aubade, Ayodya sejak kelas VIII sudah mengikuti ekstra kurikuler paskibra (pasukan pengibar bendera), yang di SMP Negeri 2 Klaten disebut Garda Satya (GS). Waku itu, demi memenuhi syarat masuk GS, anak saya bahkan rela memotong pendek rambut panjangnya yang hampir menyentuh pinggang,” cerita Vita, panggilan sehari-hari ibunda Ayodya.
Meskipun tim aubade SMP N 2 Klaten berhasil meraih Juara I pada tingkat SMP/MTS dalam kompetisi aubade antar sekolah di tingkat kabupaten, Ayodya masih merasa trauma untuk kembali ke sekolah.
Ibunya, Ika Swastina Puspitasari, atau yang akrab dipanggil Vita mengatakan, bahwa Ayodya sudah satu minggu bersembunyi di kamar dan menolak bertemu dengan siapa pun.
” Bila tidak disikapi dengan baiik, perlakuan diskiriminatif seperti ini bisa menjalar ke berbagai kegiatan lain di sekolah,” ujar Vita khawatir.
Pihak sekolah, menurut Vita telah beberapa kali mendatangi rumahnya untuk meminta maaf. Pihak dinas juga bersedia memberikan piagam penghargaan khusus untuk Ayodya, tetapi Ayodya menolaknya.
“Tidak. Anak saya tidak mau menerima. Itu bukan haknya. Dan lagi, mestinya bukan seperti itu penyelesaian dari persoalan ini. Hasil juara harus dianulir atau dibatalkan,” tegas Vita.
Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMP N 2 Klaten, Siswadi, mengaku belum mengetahui dengan jelas rincian masalah dan kejadian yang dialami Ayodya. Pihak sekolah telah mengutus wali kelas dan guru BK untuk mendatangi keluarga Ayodya.
Siswadi juga menyatakan bahwa SOP tidak menyebutkan bahwa hanya yang beragama Islam yang diizinkan menjadi anggota tim aubade.
“Tidak ada. Setahu saya, SOP nya tidak mengharuskan yang beragama Islam yang boleh menjadi tim aubade,” bantah Siswadi.
Terkait tuntutan pembatalan hasil kejuaraan, Siswadi merujuk kepada pihak dinas yang lebih berkompeten untuk menjelaskan masalah tersebut.
” Kalau aubadekan yang menyelenggarakan, setahu saya ya, yang menyelenggarakan dinas ya. Jadi yang memutuskan atau pun mencabut itu ya hak dinas,” Kilah Siswadi.
Hingga saat ini (25/8), Ayodya masih belum mau masuk sekolah. Bangku yang biasanya menjadi tempat duduknya terlihat kosong.(Hilal)